Minggu, 12 Februari 2012

APP

TUGAS KMB 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APP
OLEH : 
REFANA INDRA KUSUMA (2120101842)
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
 
YOGYAKARTA 2011 APENDICITIS 
A. Pengertian. Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. Appendiks merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendiks pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiks dibanding wanita. Appendiks lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun. Appendiks perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses. Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.
 
B. Etiologi.
- Penyebab belum pasti -
Faktor yang berpengaruh :
• Obstruksi : hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalt (massa keras dari feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
• Infeksi : E.Coli dan steptococcus.
• Tumor C. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebaban oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. Pathway. Apendiks Hiperplasi folikel Benda asing Erosi mukosa Fekalit Striktur Tumor limfoid apendiks Obstruksi Mukosa terbendung Apendiks teregang Tekanan intraluminal Aliran darah terganggu Ulserasi dan invasi bakteri Pada dinding apendiks Apendicitis ke peritonium trombosis pd vena intramural peritonitis pembengkakan dan iskemia perforasi pembedahan operasi luka insisi jalan masuk kuman D. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan. 
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare. 
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum. 
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal. 
7. Nyeri kemuh, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter
. 8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
. 9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik. 
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks
 
E. Komplikasi Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatkan nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonotis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum aatu pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada. Bila terbentukabses apendiks akan teraba massa di kuadrankanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazole, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6 – 12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase. Tomboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
F. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium  Hb normal  Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis, >10,000/mm3)  Hitung jenis : segmen lebih banyak  LED meningkat (pada appendicitis infiltrate) 
b. Rotgen : appendicogram Hasil positif berupa :  Non-filling  Partial filling  Mouse tail  Cut off Rontgen abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis. 
G. Penatalaksanaan 
1. Sebelum operasi
a. Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan denagn lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. 
b. Intubasi bila perlu 
c. Antibiotik
2. Operasi apendiktomi
3. Pasca operasi Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan menjasi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selam 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam perotonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang. H. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul Preoperasi : 
1. Cemas berhubungan dengan tindakan operasi. Postoperasi : 
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
5. PK : Perdarahan RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN APENDICITIS No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteris Hasil (NOC) Intervensi (NIC) 
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi Batasan karakteristik : - Laporan secara verbal atau non verbal - Fakta dari observasi - Posisi antalgic untuk menghindari nyeri - Gerakan melindungi - Tingkah laku berhati-hati - Muka topeng - Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) - Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) - Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) - Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) - Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) - Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) - Perubahan dalam nafsu makan dan minum Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, tingkat nyeri klien menurun, dengan criteria :
• Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
• Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
• Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 
• Tanda vital dalam rentang normal NIC : Pain Management  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan  Kurangi faktor presipitasi nyeri  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi  Ajarkan tentang teknik non farmakologi  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri  Tingkatkan istirahat  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi  Cek riwayat alergi  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping) 2 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sehari-hari, dengan criteria :  Klien terbebas dari bau badan  Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan NIC : Self Care assistane : ADLs  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.  Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.  Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 3 Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan Ditandai dengan  Gelisah  Insomnia  Resah  Ketakutan  Sedih  Fokus pada diri  Kekhawatiran  Cemas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu mengontrol cemas, dengan criteria :  Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas  Vital sign dalam batas normal  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
• Gunakan pendekatan yang menenangkan
• Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
• Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 
 • Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
• Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 
• Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis 
• Dorong keluarga untuk menemani anak
 • Lakukan back / neck rub
• Dengarkan dengan penuh perhatian
• Identifikasi tingkat kecemasan
• Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 
• Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
• Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
• Barikan obat untuk mengurangi kecemasan 4 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive, insisi pembedahan, pemasangan infuse Faktor-faktor resiko : - Prosedur Infasif - Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen - Trauma - Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan - Ruptur membran amnion - Agen farmasi (imunosupresan) - Malnutrisi - Peningkatan paparan lingkungan patogen - Imonusupresi - Ketidakadekuatan imum buatan - Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi) - Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik) - Penyakit kronik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu menjaga status imun dan mengontrol resiko infeksi, dengan criteria :  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi  Menunjukkan perilaku hidup sehat NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) 
• Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
• Pertahankan teknik isolasi
• Batasi pengunjung bila perlu
• Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien 
• Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
• Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
• Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
• Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
• Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 
• Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 
• Tingktkan intake nutrisi
• Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
• Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 
• Monitor hitung granulosit, WBC
• Monitor kerentanan terhadap infeksi
• Batasi pengunjung
• Saring pengunjung terhadap penyakit menular
• Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
• Pertahankan teknik isolasi k/p
• Berikan perawatan kuliat pada area epidema
• Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase 
• Ispeksi kondisi luka / insisi bedah 
• Dorong masukkan nutrisi yang cukup
• Dorong masukan cairan
• Dorong istirahat
• Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
• Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cara menghindari infeksi 
• Laporkan kecurigaan infeksi
• Laporkan kultur positif PK : Perdarahan NOC NIC Rasional Perdarahan berhenti Indikator : - Luka sembuh kering, bebas pus, tidak meluas - HB tidak kurang dari 10 gr dl NIC :
 
Pencegahan sirkulasi Aktifitas : 
 1. Lakukan penilaian menyeluruh tentang sirkulasi, cek nadi, edema, pengisian kapiler, dan perdarahan disaat merawat luka
2. Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menekan daerah luka dengan kassa steril dan tutup dengan tehnik aseptic 
3. Kelola terapi sesuai order
1. Penanda gangguan sirkulasi darah dan antisipasi kekurangan HB 
2. Menghentikan perdarahan dan menghindari perluasan luka 
3. Diberikan secara profilaksis atau untuk menghentikan perdarahan
 
DAFTAR PUSTAKA : Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta. Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta. ……… 2000. Diktat Kuliah Medikal Bedah II. PSIK FK.Unair. TA: 2000/2001. Surabaya. Rothrock,Jane C. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC. Jakarta. Sjamsuhidajat. R & Jong,Wim de.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. Revisi. EGC. Jakarta
0

Add a comment

Jan
28

APP

TUGAS KMB 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APP OLEH : REFANA INDRA KUSUMA (2120101842) AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2011 APENDICITIS A. Pengertian. Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. Appendiks merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendiks pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiks dibanding wanita. Appendiks lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.
Jan
28

TUGAS KEWIRAUSAHAAN PERAWAT 25 Jalan Menuju Kemenangan Bersama Orang Lain 1. Memulai dari diri sendiri Tak ada orang yang tulus menolong orang lain tanpa tujuan menolong diri sendiri. - Sadari bahwa anda itu sangat bernilai sebagai manusia apapun keadaannya tak ada yang dapat mengambilnya dari sana. - Terima, tingkatan, dan percaya nila anda sebagai manusia. 2. Praktikan aturan 30 detik Orang yang menunda perbuatan baik, sama saja tak pernah melakukannya .

Jumat, 27 Januari 2012

TUGAS
KMB KANKER PANKREAS
REFANA INDRA KUSUMA (2120101842)
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 201

BAB I P E N D A H U L U A N
a. Latar Belakang Kelenjar endokrin mencakup kelenjar hipofisis (pituitaria), tiroid, paratiroid, adrenal, pulau langerhans, ovarium dan testis. Semua kelenjar ini menyekresikan produknya langsung ke dalam darah, berbeda dengan kelenjar eksokrin,mis kelenjar keringat, yang menyekresikan produknya lewat saluran ke permukaan epitelial. Hipothalamus berfungsi sebagai penghubung antara sistem saraf dan sistem endokrin. Zat-zat kimia yang disekresikan oleh kelenjar endokrin disebut hormon. Hormon membantu fungsi organ agar bekerja secara terkoordinasi dengan sistem saraf. Sistem regulasi ganda ini, dimana kerja cepat sistem saraf diimbangi oleh kerja hormon yang lebih lambat, memungkinkan pengendalian berbagai fungsi tubuh secara tepat dalam bereaksi terhadap berbagai perubahan di dalam dan di luar tubuh. Kelenjar endokrin tersusun dari sel-sel sekretorik yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil atau asinus. Meskipun terdapat duktus, kelenjar endokrin memiliki suplai darah yang kaya sehingga za-zat kimia yang diproduksinya dapat langsung memasuki aliran darah dengan cepat. (KMB Brunner & Suddarth, 2001).
b. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan konsep medik dari kanker pancreas
2. Menjelaskan konsep keperawatan dari kanker pancreas
3. Mengetahui patofisiologi dan penyimpangan KDM.
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). (Sylvia, 2006). Kanker berawal dari kerusakan materi genetika atau DNA (Deoxyribo Nuclead Acid) sel. Satu sel saja yang mengalami kerusakan genetika sudah cukup untuk menghasilkan suatu jaringan baru, sehingga kanker disebut juga penyakit seluler (Tjokronegoro, 2001). Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal. (Doegoes, 2000). Kanker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran pankreas. Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur 55 tahun. (Brunner & Suddarth, 2001).
B. Etiologi Adapun etiologi dari Kanker Pankreas yaitu : 1. Faktor Resiko Eksogen Merupakan adenoma yang jinak dan adenokarsinoma yang ganas yang berasal dari sel parenkim (asiner atau sel duktal) dan tumor kistik. Yang termasuk factor resiko eksogen adalah makanan tinggi lemak dan kolesterol, pecandu alkohol, perokok, orang yang suka mengkonsumsi kopi, dan beberapa zat karsinogen. 2. Faktor Resiko Endogen Contohnya : Penyakit DM, pankreatitis kronik, kalsifikasi pankreas (masih belum jelas, Setyono, 2001) Penyebaran kanker/tumor dapat langsung ke organ di sekitarnya atau melalui pembuluh darah kelenjar getah bening. Lebih sering ke hati, peritoneum, dan paru. Tapi agak jarang pada adrenal, Lambung, duodenum, limpa. Kolestasis Ekstrahepatal. Kanker di kaput pankreas lebih banyak menimbulkan sumbatan pada saluran empedu disebut Tumor akan masuk dan menginfiltrasi duodenum sehingga terjadi perdarahan di duodenum. Kanker yang letaknya di korpus dan kauda akan lebih sering mengalami metastasis ke hati, bisa juga ke limpa. (Setyono, 2001).
C. Insiden Insiden kanker pankreas terus meningkat sejak 20 hingga 30 tahun yang lalu, khususnya pada orang-orang yang bukan kulit putih. Kanker pankreas merupakan penyebab kematian terkemuka pada urutan ke-4 di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada usia 60 – 70an tahun. Kebiasaan merokok, kontak dengan zat kimia industri atau toksin dalam lingkungan, serta diet tinggi lemak,daging atau pun keduanya. Memiliki hubungan dengan peningkatan insidens kanker pankreas meskipun peranannya dalam menyebabkan kelainan keganasan ini masih belum jelas seluruhnya. Risiko kanker pankreas akan meningkat bersamaan dengan tingginya kebiasaan merokok. Pankreas dapat pula menjadi tempat metastasis dari tumor lain. (KMB Brunner & Suddarth, 2001).
D. Gejala Klinis Penyakit kanker pankreas dapat tumbuh pada setiap bagian pankreas, adalah pada bagian kaput, korpus atau kauda dengan menimbulkan gejala klinis yang bervariasi menurut lokasi lesinya dan bagaiman pulau langerhans yang mensekresikan insulin. Tumor yang berasal dari kaput pankreas (yang merupakan lokasi paling sering) akan memberikan gambaran klinik tersendiri. Dalam kenyataannya, karsinoma pankreas memiliki angka keberhasilan hidup 5 tahunan, paling rendah bila dibandingkan dengan karsinoma lainnya. (Tjokronegoro, 2001) Gejala khas yaitu :Nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium. Rasa sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang juga disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Karena sumbatan pada duktus koledikus Ikterus . Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal yang terjadi akibat erosi pada duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas.Gangguan rasa nyaman menyebar sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan ke bagian tengah punggung dan tidak berhubungan dengan postur tubuh maupun aktivitassinoma pankreas. Serangan nyeri dapat dikurangi dengan duduk membungkuk. Dimana sel-sel ganas dari kanker pancreas. Umumnya terjadi ansietas sering terlepas dan masuk ke dalam rongga peritoneum sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya metastasis. Timbulnya gejala defisiensi insulin yang terdiri atas glukosuria, Diabetes dapat hiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal menjadi tanda dini kanker pankreas.
E. Tanda Dan Gejala
a. Sakit pada perut bagian atas yang dapat menyebar ke punggung bagian tengah atau atas. Sakit ini bisa menjadi lebih parah ketika Anda makan atau ketika Anda berbaring.
b. Kehilangan napsu makan dan kehilangan berat badan yang tidak direncanakan. Kehilangan berat badan terjadi pada kebanyakan jenis kanker sebab sel-sel kanker yang berbahaya dapat menghilangkan sel-sel nutrisi yang sehat, dan hal ini khususnya biasa terjadi pada kanker pankreas.
c. Kulit dan bagian putih mata berwarna kekuningan (jaundice). Selain itu, urine Anda akan menjadi berwarna cokelat gelap. Sekitar setengah dari orang-orang yang terkena kanker pankreas akan mengalami jaundice, yang terjadi ketikabilirubin - produk pecahan dari sel darah yang letih, terakumulasi dalam darah Anda. Secara normal, bilirubin akandiserap oleh empedu, tetapi jika tumor pankreas memblok aliran empedu, kelebihan bilirubin akan merubah warna kulit dan bagian putih mata Anda menjadi kuning.
d. Gatal. Pada kanker pankreas stadium lanjut, Anda mungkin akan merasakan rasa gatal yang hebat karena tingkat asam empedu yang tinggi terakumulasi pada kulit Anda.
e. Mual dan muntah. Pada kasus kanker pankreas yang sudah parah, tumor akan menghalangi bagian system pencernaan, biasanya bagian atas usus dua belas jari Anda, menyebabkan rasa mual dan muntah.
f. Masalah pencernaan. Ketika kanker mencegah pengeluaran enzim di pankreas ke usus, Anda akan kesulitan mencerna makanan, khususnya makanan yang mengandung lemak tinggi. Hal ini juga bisa menyebabkan hilangnya berat badan secara signifikan.
F. Penyebab
a. Pertumbuhan sel diatur oleh DNA. Ketika DNA rusak, perubahan terjadi pada instruksi-instruksi setiap proses kimia di tubuh kita. Salah satu hasilnya adalah bahwa sel-sel akan mulai tumbuh di luar kendali dan akhirnya terbentuklah sebuah tumor - kumpulan sel-sel yang berbahaya.
b. Para peneliti belum tahu secara pasti apa yang menyebabkan kerusakan DNA di banyak kasus kanker pankreas. Namun diketahui bahwa persentase kecil orang-orang terkena kanker pankreas adalah karena kecenderungan genetik. Dalam hal ini, resiko terkena kanker pankreas akan meningkat bagi mereka yang memiliki hubungan yang dekat dengan penderita kanker, seperti hubungan orang tua-anak dan hubungan saudara. Walaupun begitu, hanya sekitar 10 persen kanker pankreas diakibatkan karena faktor keturunan.
c. Jumlah yang besar penyebab kanker pankreas adalah karena lingkungan dan faktor gaya hidup, seperti merokok, makan dan unsur kimia yang berlebihan. Kebanyakan kanker pankreas terjadi pada orang berusia 65 tahun ke atas.
d. Ras. Orang berkulit hitam memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker pankreas.
e. Jenis kelamin. Lebih banyak pria yang terkena kanker pankreas dibandingkan perempuan.
f. Perokok. Jika Anda merokok, maka Anda memiliki resiko terkena kanker pankreas dua sampai tiga kali lebih tinggi daripada mereka yang tidak merokok. Merokok mungkin merupakan faktor resiko terbesar yang diketahui menjadi penyebab kanker pankreas.
g. Metabolisme glukosa yang tidak normal. Memiliki diabetes dapat meningkatkan risiko Anda terkena kanker pankreas.
h. Perlawanan terhadap insulin atau tingginya tingkat insulin dapat juga menjadi faktor resiko kanker pankreas.
i. Kerusakan pankreas yang menurun. Kemungkinan Anda terkena kanker pankreas akan meningkat jika Anda memiliki keturunan kerusakan pankreas yang kronis.
j. Kelebihan berat badan. Orang yang berat badannya sangat berlebih atau obesitas memiliki risiko yang lebih besar terkena kanker pankreas daripada orang dengan berat badan normal.
k. Pola makan. Pola makan yang mengandung lemak hewani yang tinggi dan sedikit buah-buahan dan sayur-sayuran dapat meningkatkan resiko terkena kanker pankreas.
l. Terkena zat kimia berlebih. Orang yang bekerja dengan kandungan petrolium, termasuk gasolin dan unsur-unsur kimia lainnya, memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kanker pankreas daripada orang yang tidak terkena unsur-unsur kimia tersebut.
G. Komplikasi Pankreas memroduksi sejumlah enzim yang berfungsi memecahkan makanan sehingga tubuh Anda dapat menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan. Tetapi tumor pankreas seringkali menghambat produksi atau penyaluran enzim ini. Akibatnya, tubuh Anda tidak bisa dengan mudah menyerap nutrisi, yang kemudian membuat Anda terkena diare dan kehilangan berat badan yang drastis. Komplikasi lainnya termasuk:
a. Masalah dengan metabolisme glukosa. Tumor yang memengaruhi kemampuan pankreas Anda memroduksi insulin dapat mendorong pada masalah dengan metabolisme glukosa, termasuk diabetes.
b. Jaundice, terkadang diikuti dengan rasa gatal yang hebat. Menguningnya kulit dan bagian putih mata Anda dapat terjadi jika tumor pankreas menyumbat saluran empedu Anda, pipa tipis yang membawa empedu dari liver ke usus dua belas jari Anda. Warna kuning berasal dari kelebihan bilirubin. Asam empedu dapat menyebabkan rasa gatal jika kelebihan bilirubin tersebut mengendap di kulit Anda.
c. Rasa sakit. Tumor pankreas yang besar akan menekan lingkungan sekitar saraf, menimbulkan rasa sakit di punggung atau perut yang terkadang bisa menjadi hebat.
d. Metastasis. Ini adalah komplikasi paling serius dari kanker pankreas. Pankreas Anda dikelilingi oleh sejumlah organ vital, termasuk juga perut Anda, limpa kecil, liver, paru-paru dan usus. Karena kanker pankreas jarang terdeteksi pada stadium awal, kanker ini seringkali menyebar ke organ-organ tersebut atau ke dekat ujung limpa.
H. Pencegahan Walaupun tidak selalu mungkin untuk mencegah kanker pankreas, gaya hidup dapat membantu mengurangi resiko Anda:
a. Berhenti merokok. Asap rokok mengandung karsinogen yang dapat merusak DNA yang mengatur perkembangan sel.
b. Jaga berat badan sehat Anda. Kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena kanker pankreas. Namun, tetap jaga pengurangan berat tersebut agar tidak kehilangan berat secara drastis dalam waktu yang singkat. Lakukan perlahan-lahan dengan 30 menit atau lebih olahraga aerobik, seperti berjalan, jogging, atau bersepeda.
c. Berolahragalah secara teratur. Para ahli percaya bahwa melakukan olahraga yang cukup setiap minggu dapat mengurangi resiko Anda terkena kanker pankreas.
d. Makan makanan yang sehat. Pola makan yang kaya akan buah-buahan dan sayur-sayuran dan rendah lemak hewani dapat mengurangi resiko Anda terkena kanker pankreas./ Purwanti/MI(*/yahoo.com) I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium Anemia karena terjadi defisiensi zat besi, nutrisi, perdarahan per anal. - Amylase serum meningkat. - TES faal hati bilirubin, serum, SGT, SGOT - Kadar glukosa darah > 20 %.
2. Pemeriksaan Abdomen Pada pemeriksaan abdomen akan terasa suatu massa epigastrium. Letak tumor pada peritoneal. Pada beberapa pasien dapat di raba adanya pembesaran kandung empedu, hepatomegali (akibat bermetastasis). Bila ditemukan asites maka akan terjadi invasi ke peritoneum.
3. Pemeriksaan Radiologi Yang paling baik adalah dengan menggunakan ERCP (Endoscopic Retrogade ong Pancreatography).Cholangi Dengan memasukkan media control ke dalam canula melalui papilla vateri PTC merupakan tindakan Duodenoskop ke dalam duktus pankreatikus. lain yang dapat dilakukan(Percutaneous Transhepatic Cholangiography) untuk mengenali obstruksi saluran empedu oleh tumor pankreas. Apabila ada tanda kolestasis ekstrahepatik di ujung duktus koledikus yang tumpul. Ultrasonografi : a. Tanda Primer yaitu pembesaran local pankreas, densitas gema massa yang tampak rendah homogen, pelebaran saluran pankreas pada kaput timbul gejala pelebaran saluran empedu.
b. Tanda sekunder
4. Pemeriksaan Endoskopi Akan tampak pendesakan antrum lambung ke ventral. a. Duodenoskopi Bila terlihat pembesaran organ di sekitar kurva duodenal yang berbenjol, dengan disertai vaskularisasi.
b. Laparaskopi
5. Pemeriksaan CT Dapat dilakukan untuk menentukan apakah tumor tersebut masih dapat diangkat melalui pembedahan. Pada pelebaran saluran pankreas sebagai akibat sumbatan di kaput.
6. Terapi dengan Suportif Untuk pasien yang sudah memperlihatkan tanda kolestasis ekstrahepatik maka dilakukan dekompresi dengan cara pengisapan cairan empedu.
7. Prognosis Pada fase lanjut, prognosis jelek terutama pada pasien yang sama sekali Bila yang masih dikpresi, hidupnyatidak mendapatkan terapi apapun. dapat diperpanjang. J. Penatalaksanaan Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun demikian, terapi bedah yaitu definitive (eksisi total lesi) . sering tidak mungkin dilakukan karena pertumbuhan yang sudah begitu luas. Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan paliatif. Meskipun tumor pankreas mungkin resisten terhadap terapi radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi (Fluorourasil, 5-FU) . jika pasien menjalani pembedahan, terapi radiasi introperatif (IORT = Intraoperatif Radiation Theraphy) dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosisi tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain serta dapat mengurangi nyeri pada terapi radiasi tersebut.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian a. Aktifitas/Istirahat Gejala : Kelemahan dan atau keletihan Perubahan pada pola istirahat & jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempeiatan. Pekerjaan mempengaruhi tidur, mis nyeri, ansietas, berkeringat malam, serta Keterbatasan partisipasi dalam melakukan kegiatan . Pekerjaan dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
b. Sirkulasi Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja. Kebiasaan : Perubahan pada TD
c. Integritas Ego Gejala : Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress, mis: merokok, minum alkohol, keyakinan/religious. Masalah tentang perubahan dalam penampilan, mis : lesi cacat, alopesia, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, serta depresi. Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
d. Cairan/Makanan Gejala : Kebiasaan diet buruk (mis: rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah, Intoleransi makanan Perubahan pada BB, penurunan BB hebat, berkurangnya massa otot. Tanda : Perubahan pada kelembaban / turgor kulit, mis edema.
e. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi mis: ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat. f. Pernapasan Gejala : Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok).
g. Keamanan Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari lama / berlebihan. Tanda : Demam, Ruam kulit, ulserasi.
2. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan pada pasien kanker pankreas yaitu :
a. Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna. c. Nutrisi, perubahan berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau ketidaktahuan tentang penyakit tersebut. 3. Intervensi a. Diagnosa Keperawatan
1 Tujuan : Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan tidak ada nyeri Intervensi : - Tentukan riwayat nyeri, mis: Lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas. - Evaluasi terapi tertentu, mis : pembedahan,radiasi, kemoterapi. - Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis : reposisi) dan aktivitas hiburan Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan. - Evaluasi penghilang nyeri/control.
b. Diagnosa Keperawatan 2 Tujuan : Kebutuhan jaringan metabolic di tingkatkan begitu juga dengan cairan Dapat mentriger respons mual/muntah. Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetic. Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan perasaan nyaman dan bertenaga Intervensi : - Pantau masukan makanan setiap hari, biarkan pasien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai indikasi. - Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan masukan cairan adekuat. - Control faktor lingkungan - Mengidentifiksikan kekuatan/defisiensi nutrisi - Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang di antisipasi.
c. Diagnosa Keperawatan 3 Tujuan : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek samping yg membahayakan. Kriteria Hasil : Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi. Intervensi : - Pantau masukan dan haluan dan berat jenis. - Pantau tanda vital. - Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi individu. Keseimbangan cairan negative terus-menerus, menurunkan haluan renal. - Observasi terhadap kecenderungan perdarahan.
d. Diagnosa Keperawatan 4 Tujuan : Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan rasa keingintahuannya tentang penyakit yang dideritanya dan klien mengerti tentang penyakitnya. Intervensi : - Tinjau ulang pasien/orang terdekat pemahaman diagnosa. - Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pngobtan kanker. - Berikan pedoman antisipasi pada pasien/orang terdekat mengenai menvalidasi tingkat pemahaman saat ini. - Mengidentifikasi kebutuhan belajar. - Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan.

BAB III PENUTUP •
Kesimpulan a. Konsep medik dari kanker pankreas adalah :
1. Kanker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran pankreas. Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur 55 tahun.
2. Adapun etiologinya adalah : • Faktor Resiko Eksogen • Faktor Resiko Endogen
3. Gejala khas dari kanker pankreas adalah :
a. Nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium. b. Ikterus c. Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal d. Timbulnya gejala defisiensi insulin yang terdiri atas glukosuria, hiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormalDiabetes dapat menjadi tanda dini kanker pankreas.
b. Konsep keperawatan Adapun diagnosa keperawatan pada pasien kanker pankreas yaitu
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna.
3. Nutrisi, perubahan berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau ketidaktahuan tentang penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA cpddokter.com - Continuing Profesional Development Dokter Indonesia http://cpddokter.com/home Menggunakan Joomla! Generated: 3 October, 2011, 16:41
A. PENGERTIAN
Peritonitis adalah peradangan pada lapisan dinding perut (peritoneum). Peritonitis dibagi tiga :
1. Peritonitis primer/spontan Gambaran a. Biasanya terjadi pada masa anak-anak dengan sindrom nefrotik atau sirosis hati. b. Tidak ada sumber infeksi pada intra peritoneal c. Lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki d. Kuman masuk melalui aliran darah atau alat genital e. Rasa sakit dan lemas f. Deihidrasi dan nyeri tekan Otot abdomen tegang g. Kembung h. Bunyi peristaltic usus sulit ditemukan Penatalaksaan : a. Pembedahan b. Antibiotic
2. Peritonitis sekunder Gambaran a. Kuman yang masuk banyak, biasa dari GIT dan imun klien b. Kuman campuran, aerob dan anaerob c. Adanya sumber infeksi intra peritoneal; appendiksitis, divertikkulitis, salpingitis, kolesistitis, pankreasitis dan sebagainya. d. Dapat dari trauma yang menyebabkan rupture pada GIT atau perforasi setelah endoskopi, biopsy, atau polipektomi endoskopik. e. Dapat terjadi keganasan GIT. f. Tertelan benda asing dan tajam g. Sangat nyeri. h. Tidak berani bergerak saat tidur i. Napas pendek j. Awalnya tensi turun sedikit dan nadi lebih cepat, kemudian masuk dalam renjatan dengan nadi kecil dan lebih cepat. k. Hipovolemia l. Abdomen tegang Pengobatan : a. Supertive - Infuse darah plasma atau whole blood dan albumin, larutan ringer, dekstrosa 5% atau NaCl fisiologi - Kortikosteroid - Oksigen untuk hipoksia - Antibiotic untuk bakteri aerob dan anaerob b. Pembedahan (mencari penyebab, menutup kebocoran dan membersihkan rongga peritoneum)

3. Peritonitis yang disebabkan pemasangan alat.

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Peritoneum adalah selaput serosa yang tembus pandang dan sinambung, terdiri dari 2 lembar : - Peritoneum parietale yang melapisi dinding abdomen - Peritoneum visceral yang menutupi viscera (misalnya gaster dan intestinum) Cavitas peritonealis, ruang antara kedua lembar peritoneum, ialah sebuah rongga potensial karena organ-organ tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas peritonealis terdapat sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumas permukaan peritoneum, sehingga memungkinkan viscera abdomen bergerak satu terhadap yang lain tanpa adanya gesekan. Pada laki-laki cavitas peritonealis tertutup sempurna, tetapi pada wanita terdapat hubungan dengan lingkungan diluar tubuh melalui kedua tuba uterine, uterus dan vagina. Peritoneum dan semua viscera abdomen terdapat didalam cavitas abdominis. Hubungan antara viscera abdomen dengan peritoneum adalah sebagai berikut: - Organ intraperitoneal (misalnya gaster) adalah viscera abdomen yang diliputi peritoneum visceral - Organ ekstraperitoneal (retroperitoneal), (misalnya kedua ren, pancreas, colon ascenden dan colon desenden) adalah viscera yang terletak antara peritoneum parietale dan dinding abdomen dorsal. Sebuah mesenterium adalah lembar ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan peritoneum visceral pembungkus sebuah organ. Mesenterium demikian menghubungkan organ bersangkutan dengan dinding tubuh (misalnya mesenterium jejuni). Mesenterium berinti jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf, jaringan lemak dan kelenjar limfe. Visera abdomen yang memiliki mesenterium mudah bergerak, derajat kebebasan bergerak ini tergantung dari ukuran panjang mesenterium. Omentum adalah kelanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintas dari gaster dan bagian proksimal duodenum ke organ atau struktur lain. Omentum minus menghubungkan curvatura minor gaster dan bagian proksimal duodenum dengan hepar. Omentum majus yang luas dan penuh jaringan lemak, dilepaskan dari curvature mayor gaster dan tepi kaudal paroh proksimal bagian pertama duodenum; duplikatura ini meluas kekaudal, lalu melipat balik untuk melekat pada colon transversum. Omentum majus mencegah melekatnya peritoneum visceral pada peritoneum parietale yang melapisi dinding abdomen. Daya gerak omentum majus cukup besar dan ia dapat bergeser-geser ke seluruh cavitas paritonealis dan membungkus organ yang meradang, seperti appendiks vermiformis, artinya omentum majus dapat mengisolasi organ itu dan melindungi organ lain terhadap organ yang terinfeksi. Ligamentum peritoneal juga merupakan lembar-lembar ganda peritoneum. Hepar dihubungkan pada dinding abdomen ventral oleh ligamentum falciforme dang aster dihubungkan pada Permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum gastrophrenicum Lien oleh ligamentum gastrolienale yang melipat balik pada hilum splenicum Colon tranasversum oleh ligamentum gastrocolicum. Plica peritonealis adalah peritoneum yang terangkat dari dinding abdomen oleh pembuluh darah, saluran dan pembuluh fetal yang telah mengalami obliterasi. Recessus peritonealis adalah sebuah kantong peritoneal yang dibentuk oleh plica peritonealis.

B. ETIOLOGI 1. Kateter vertrikulo peritoneal yang dipasang pada pengobatan hyroephalus 2. Kateter peritoneojugular untuk mengurangi asites 3. Continuous ambulatory peritoneal dialysis.

C. PATOFISIOLOGI • Untuk dapat mengenal dini tanda-tanda peritonitis dan untuk dapat menangani secara baik perlu mengetahui patofisiologi peritonitis dengan baik. • Peritonitis diartikan sebagai proses inflamasi atau proses peradangan peritoneum termasu sebagian atau seluruh organ di dalam rongga peritoneum. • Organ-organ di dalam rongga peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami udem. Udem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. • Juga terdapat sekuestrasi cairan ke`dalam rongga peritoneal dan lumen usus. • Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta udem seluruh organ intra-peritoneal dan udem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. • Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, muntah serta diare. • Usus-usus mengalami paralisis sehingga terdapat tanda-tanda obstruksi usus paralitik. Abdomen membuncit tanpa terdengar bunyi usus. • Khusus pada neonates lebih sering terdapat hipotermi. • Sementara proses tersebut di atas berlangsung, berlangsung pula invasi kuman keseluruh jaringan intra-peritoneal dank e aliran darah, sepsis, DIC, shok, dan akhirnya dapat meninggal.

D. TANDA DAN GEJALA 1. Sakit 2. Panas

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan Laboratorium • Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia - PT, PTT dan INR - Test fungsi hati jika diindikasikan - Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis - Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease) - Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH Pemeriksaan Radiologi - Foto polos - USG - CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111–labeled autologous leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan). - Scintigraphy - MRI

F. KOMPLIKASI • Ketidakseimbangan elektrolit • Dehidrasi • Asidosis metabolic • Alkalosis respiratorik • Syok G. PENATALAKSANAAN a. Antibiotik b. Kateter dicabut c. Bila terjadi kista, ganti dengan ventrikulo atrial/reposis kateter di ronggga peritoneum d. Penyuluhan penggunaan closed fluid system untuk diganti peritoneal dialisa

H. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Observasi/temuan •
Nyeri abdomen dan kekakuan di atas area inflamasi - Nyeri lepas - Dapat menyebar ke bahu • Distensi abdomen • Anoreksia • Mual, muntah • Penurunan sampai tak ada bising usus • Gagal mengeluarkan feses atau flatus • Menggigil, demam • Takikardia • Hipotensia • Leukositosis • Ansietas • Pernafasan torakal :cepat, pendek • Emesis fekal Diagnosa keperawatan

Diagnosa 1 Perubahan dalam volume cairan (sekunder) yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah ke peritoneum, muntah dan/atau perforasi gastrointestinal. Intervensi keperawatan • Pertahankan puasa : kaji status hidrasi • Pantau tanda vital dan CVP setiap jam atau pro: observasi tanda syok • Pertahankan cairan parentaeral dengan elektrolit, antibiotic, lanvitamm • Timbang berat badan setiap hari dengan waktu, pakaian, dan timbangan yang sama • Ukur masukan dan haluaran setiap 8 jam : ukur haluran urine setiap jam ; bila kurang dari 30 sampai 50 ml/jam beritahu dokter. • Bantu dalam aspirasi / lavase peritoneal • Pantau elektrolit, gas darah, Hb, dan Ht • Lakukan latihan rentang gerak pasif atau bantu dan ajarkan setiap 4 jam. Hasil yang diharapkan / evaluasi • Klien menunjukkan : - Hidrasi adekuat dibuktikan oleh turgor kulit normal dan membrane mukosa lembab. - Tanda vital stabil - Masukan dan haluaran seimbang
Diagnosa 2 Ketidakefektifan pada nafas sekkunder terhapap nyeri abdomen dan destensi. Intervensi keperawatan • Kaji status pernafasan; pantau terhadap pernafasan dangkal, cepat. • Pertahankan tirah baring dalam lingkungan yang tenang dengan kepala ditinggikan 35 sampai 45 derajat. • Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif • Bantu dan ajarkan klien untuk berbalik badan dan batuk setiap 4 jam dan nafas dalam setiap 1 sampai 2 jam. • Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam. Hasil yang diharapkan/ evaluasi Klien : • Menunjukkan pernafasan dan bunyi nafas normal. • Mendemonstrasikan kemampuan untuk melakukan latihan pernafasan.

Diagnosa 3 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah dan kurang masukan. Intervensi keperawatan • Pantau selang nasogastrik atau selang usus naso-oral ; sambungkan kea lat penghisap rendah intermiten • Pantau karakter, jumlah, warna, dan bau dranaise • Sering memberikan hygiene oral dan nasal • Ukur lingkar abdodmen setiap 4 jam • Pantau keluarnya flatus • Auskultasi abdomen terhadap bising usus setiap 8 jam • Pantau NPT sesuai indikasi • Bila bising usus kembali dan selang nasogastrik usus diangkat, berikan diet cairan jernih sesuai toleransi • Bila pembedahan dilakukan, lihat bedah usus Hasil yang diharapkan/ evaluasi Klien : • Mengungkapka tidak merasa mual/ muntah • Mentoleransi diet dengan adekuat

Diagnosa 4 Nyeri yang berhubungan dengan inflasi dan destensi Intervensi keperawatan • Kaji tipe, lokasi, dan beratnya nyeri • Berikan analgesic hanya setelah diagnosa dibuat • Kaji keefektifan tindakan penghilang nyeri • Pertahankan posisi nyaman untuk meminimalkan stress pada abdomen dan sring mengubah posisi klien • Berikan periode istirahat yang terencana • Diskusikan dan ajarkan teknik penatalaksanaan nyeri Diagnosa
5 Ansietas yang berhubungann dengan krisis situasi Intervensi keperawatan • Kaji tingkat ansietas • Kaji keterampilan koping saat ini • Jelaskan semua tindakan dan prosedur • Beri penguatan penjelasan dokter tentang penyakit dan tindakan • Bantu dan ajarkan teknik relaksasi - Berikan periode isntirahat tanpa gangguan - Beri dorongan dukungan kelurga/orang terdekat Hasil yang diharapkan/ evaluasi Klien : • Mengungkapkan perasaan dan masalah dan pemahaman cara koping positif • Menunjukkan lebih relaks dan nyaman

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta Sjamsuhidajat. R & Jong, Wim de.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. Revisi.EGC.Jakarta Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarta : EGC.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gastroenteritis Akut
                    
              Refana Indra Kusuma
         
                        AKPER NOTOKUSUMO YOGYAKARTA
   TAHUN AJARAN
       2010/2011
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-nya yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTROENTERITIS” Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, dan bimbingan serta arahan baik secara moril maupun materiil, untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada :
1.      Bapak Asisi selaku pengajar dan pembimbing mata kuliah,
2.      Teman-teman satu kelompok yang berkerjasama dalam membantu menyelesaikan masalah ini.
Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan hal tersebut kami sangat mengharapkan krtik dan saran yang membangun dari pembaca untuk penyusun makalah selanjutnya yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.
                                                                              Yogyakarta, 1-Oktober-2011
Penyusun,
            i
GASTROENTERITIS AKUT
PENDAHULUAN
            Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut Gastroenteritis, masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam masyarakat di Indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskesmas/Balai pengobatan, hamper selalu termasuk dalam kelompok penyebab utama bagi masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas. Angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare di antara 1000 penduduk di Indonesia setiap tahunnya. Dengan demikian Indonesia dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya.
Definisi
            Yang dimaksud dengan diare adalah defikasi encer lebih dari 3x sehari, dengan /tanpa darah dan /lender dalam tinja.
            Diare akut: ialah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.
  • Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).
  • Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980),
  • Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
  • Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
  • Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
  • Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
Epidemiologi
            Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak yang lebih besar. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hamper sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di Negara yang sedang berkembang, prevalensi yang paling tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar,kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan badan(McCormick MC,1982).
            Untuk bayi, baik di Negara-negara maju, penurunan angka kejadian dare erat kaitannya dengan pemberian ASI, yang sebagian disebabkan oleh kurangnya pensemaran minum anak dan sebagian lagi leh karena factor pencegah imunologik dari pada ASI(Learsen SA dan Homer DR,1978). Sejauh ini imunitas spesifik usus merupakan peran dari limposit dalam Plaque peyeri yang membuat immunoglobulin, tetapi anti body spesifik dengan kuman pathogen usus terdapat di dalam kolostrum dari ASI ( Mata L dan Black RE,1982).
Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah. Penybab dari timbulnya diare dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu,Penyebab tidak langsung atau factor-faktor yang dapat mempermudah atau mempercepat terjadinya diare. Penyebab diare akut dapat di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
1.      Diare sekresi ( sekretory diarrhea), disebabkan oleh:
Ø  Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen
Ø  Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,makanan( misalnya keracunan makanan,makanan yang pedas,terlalu asam) gangguan psikis(ketakutan, gugup), gangguan saraf,hawa dingin, alergi.
Ø  Defisiensi imun terutama SIgA( sekretory immunoglobulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat ganda bakteri /flora usus dan jamur, terutama Candida.
Faktor-faktor yang mempengaruhi diare
Keadaan gizi
Hygiene dan sanitasi
Social budaya
Penderita Diare
Manusia Pembawa Kuman
Masyarakat Sehat
Faktor-faktor lain
Social ekonomi
Kepadatan penduduk
Kuman penyebab penyakit diare
Masyarakat
Meninggal


      
2.      Diare Osmotik( osmotic diarrhea) yang disebabkan oleh:
v  Malabsorpsi makanan
v  KKP( kekurangan kalori protein)
v  BBLR(bayi berat badan lahir rendah) dan bayi baru lahir
Tanda dan gejala:
v  a. Diare.
v  b. Muntah.
v  c. Demam.
v  d. Nyeri abdomen
v  e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
v  f. Fontanel cekung
v  g. Kehilangan berat badan
v  h. Tidak nafsu makan
v  i. Badan terasa lemah
Komplikasi:
v  a. Dehidrasi
v  b. Renjatan hipovolemik
v  c. Kejang
v  d. Bakterimia
v  e. Mal nutrisi
v  f. Hipoglikemia
v  g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
  • Memberikan asi.
  • Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
1. Dehidrasi ringan.
1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral
2. Dehidrasi sedang.
1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.
3. Dehidrasi berat.
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
· 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
· 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
· 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
-1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
-16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
c. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
  • · Memberikan Asi.
  • · Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin, makanan harus bersih.
d. Obat-obatan.
· Obat anti sekresi.
· Obat anti spasmolitik.
· Obat antibiotik.
Ø  . Pengobatan
                Dalam garis besarnya pengobatan diare dapat dibagi dalam :
a.       Pengobatan kausal
b.      Pengobatan simtomatik
c.       Pengobatan cairan
d.      Pengobatan dietetic
Ø  . Pengobatan Kausal
                Pengobatan yang tepat terhadap kuasa diare di berikan setelah kita mengetahui penyebabnya yang pasti. Jika kuasa diare ini penyakit perenteral, di berikan anti biotic sestemik jika tidak terdapat infeksi oarenteral, sebenarnya anti biotical baru boleh di berikan kalau pada pemeriksaan laboratorium dapat di temukan bakteri patongen. Karna pemeriksaan untuk menemukan bakteri ini kadang-kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat, antibiotika dapat diberikan dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja,dan sebagainya.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
· Pemeriksaan tinja.
a.       Pemeriksaan tinja
-          Makroskopis dan mikroskopis
-          Biakan kuman untuk mencari kuman penyabab
-          Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika
-          Ph dan kadar gula jika diduga ada sugar intorelance
b.      Pemeriksaan darah
-          Darah lengkap
-          Ph cadangan alkali dan elektrilit untuk menentukan gangguan keseimbangan asam basa kadar ureum untuk mengatahui adanya gangguan faal ginjal,
c.       Duodenal intubation
-          Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.
· Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
· Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
Asuhan Keperawatan Pada  Pasien Gastroenteritis
Pengkajian
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
· Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
· Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
· Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
· Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
· Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
· Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
· Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
· Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
· Perkusi : adanya distensi abdomen.
· Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
· Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
e. Pemeriksaan penunjang.
f.Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil:
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.
Evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.